Friday 11 September 2015

Cerpen : Rumah dan Cahaya || Hanifah Alifiasari

   Setiap orang pasti memiliki cita-cita dan harapan. Begitu juga dengan aku dan Daffa. Fotografer adalah cita-cita yang sangat aku ingin-inginkan. Dan menjadi seorang arsitek adalah cita-cita yang paling Daffa dambakan. Untuk bisa mencapai cita-cita yang aku impikan, aku mengambil jurusan seni fotografi. Aku dan Daffa memang satu universitas, tetapi Daffa mengambil seni gambar dan bangunan. Karena pembelajarannya lebih menjurus ke arsitektur.
   Setelah masa Ospek selesai, kami pun sibuk dengan kegiatan masing-masing. Jam pelajaran pertama dimulai. Pada awal pembelajaran, masih di isi dengan perkenalan dosen dan mahasiswa. Pada akhir jam pelajaran fotografi, dosen memberikan project. Project yang aku terima adalah tentang foto seni rupa, jadi setiap mahasiswa harus bisa menghasilkan gambar tentang seni rupa yang ada di Kota Yogyakarta ini. Tak hanya tugas memotret saja, dosen juga memberikan tugas untuk membuat makalah tentang sejarah fotografi.
    Hari ini adalah hari libur, aku ingin mengisi hari ini untuk membuat project yang dosen berikan kemarin. Waktu aku ingin keluar rumah. “Tok.. tok.. tok..” ada seorang tamu yang mengetuk pintu rumahku. Setelah aku buka pintu, ternyata itu Daffa sahabat kecilku. “Hari ini kamu liburkan?” kata Daffa. “Iya, aku hari ini libur dan aku ingin menyelesaikan project yang diberikan dosen kemarin” jawabku. “Baru mahasiswa baru saja sudah sibuk. Bagaimana kalau aku temani kamu membuat semua project. Kebetulan, project gambarku sudah jadi kemarin” ajak Daffa. “Baiklah jika kamu tidak keberatan. Apakah kamu punya usulan tentang tempat seni rupa di Jogja?” tanyaku. “Sepertinya aku punya ide”. “Dimana?”. “Bagaimana jika kita pergi ke Museum Nasional Jogja” saran Daffa. “Kedengarannya menarik, lebih menarik lagi jika kita kesana naik mobil barumu” rayu ku tentang mobil baru Daffa. “Nah itulah alasanku kenapa aku ingin mengajakmu keluar. Aku ingin kamu mencoba mobil baruku” jawab Daffa. Kami pun pergi berdua menuju museum. Indahnya cuaca hari ini. Matahari bersinar cerah dan daun-daun kering berjatuhan.
    Perjalanan untuk menuju museum memang cukup lama, tapi kami saling bercanda gurau supaya tidak merasa bosan. Akhirnya kita sampai di Museum Nasional Jogja. Aku segera mencari objek seni rupa untuk ku potret. Sementara Daffa, sedang sibuk mengamati lukisan tentang bangunan-bangunan kuno yang ada di museum.
    “Cepreeet...” aku sudah memotret objek seni rupa untuk project. Setelah lelah berkeliling museum. Daffa mengajakku untuk berkunjung ke Kafe Momento.
     Kami segera memesan makanan yang ada di kafe. Kurang lebih 15 menit, makanan dan minuman yang kami pesan sudah disajikan. Karna kami sangat lapar. Kami langsung saja menyambarnya.
    Setelah selesai makan, kami berkunjung di taman sekitar kafe.
    “Bagaimana pandanganmu tentang museum tadi?” tanyaku. “Sejarah Museum Nasional Jogja itu bagus. Karena itu adalah gedung bekas universitas. Kemudian para seniman-seniman besar Indonesia mengubahnya menjadi Museum Nasional Jogja” jelas Daffa panjang lebar. “Wah.. keren sekali ternyata”  puji ku.
    “Diffa .. ada yang mau aku berikan padamu. Tapi kamu harus janji untuk bisa menjaganya. Kamu harus menjaganya, seperti kamu menjaga persahabatan kita” kata Daffa. “Aku janji, aku akan selalu menjaga sesuatu yang kamu berikan seperti aku menjaga persahabatan kita” jawabku. Entah apa yang akan Daffa berikan padaku, tapi itu sangat membuatku penasaran. Dan ternyata, Daffa hanya memberiku kotak roti kecil. Dan di dalamnya ada donat rasa coklat kesukaanku, yang biasa Daffa berikan padaku. “Hei Daffa! kau ini jika ingin memberiku donat, apa perlu merangkai kata yang membuatku sangat penasaran akan isinya? Bukankah kau hampir setiap hari memberiku donat coklat?haha” canda ku. “iya iya.. aku memang hampir setiap hari memberimu donat, tapi baru kali ini kan aku memberimu donat hingga membuat kata-kata yang bisa membuatmu penasaran? Tapi donat coklat hari ini berbeda dengan semua donat yang pernah aku berikan padamu” jelas Daffa.
 Daripada aku bingung dengan perkataan Daffa, aku langsung saja ingin melahap donat coklat itu. Dan benar kata Daffa!, donat coklat ini berbeda dengan semua donat yang pernah ia berikan padaku. Ternyata, di bawah donat coklat itu terdapat cincin perak yang tercantum namaku. “Cincin siapa ini?” tanyaku heran.
“Apa kau tidak ingat dengan cincin itu?”
“Sepertinya aku pernah melihat cincin ini, dapatkah kau menjelaskan padaku tentang cincin ini?”
“Baiklah, akan ku jelaskan tentang cincin itu. Jadi waktu dirimu usia 6 tahun, ibuku memberimu cincin itu namun entah kenapa engkau malah melempar jauh-jauh cincin itu. Lalu, dengan cepat aku berlari mencari cincin yang telah kau lempar dan aku berhasil menemukannya kembali. Sudah ingatkah?” jelas Daffa.
   Akhirnya aku ingat dengan kejadian 13 tahun silam, aku menyebut cincin itu hal yang sangat menakutkan melebihi hantu. Entah mengapa aku bisa menyebutnya seperti itu. Cincin itu aku pakai di jari manisku di tangan sebelah kanan. Dulu, ibu Daffa memang sangat baik padaku dan keluargaku. Namun tuhan berkehendak lain, saat Daffa dan keluarganya sedang berlibur di Singapura. Tiba-tiba pesawat yang mereka tumpangi mendadak jatuh ke lautan dan terbakar. Beruntung Daffa bisa diselamatkan, karena waktu itu hanya Daffa saja korban yang masih selamat.
  Setelah dari cafe, kami memutuskan untuk pulang. Sial nya hari ini, ternyata jalanan yang ingin kami lewati mendadak macet karena adanya iring-iringan pejabat negara yang melewati jalan raya itu. Akhirnya Daffa memutuskan untuk melewati jalan tembus. Ternyata jalan tembus ini sangat sepi, mungkin karena jalannya hanya muat untuk satu mobil atau mungkin karena rawannya terjadi perampokan di jalan ini. Ketika aku melihat kerumunan orang yang ada di tengah jalan, aku sangat khawatir jika itu kerumunan perampok. Dan ternyata itu benar-benar para perampok yang biasa berkumpul di jalan ini. Sudah berkali-kali Daffa mengklakson mereka dan memberikan aba-aba bahwa kami ingin melewati jalan ini. Namun apa daya? Mereka hanya melihat kami dengan tatapan sinis. Keringat terus saja bercucuran di tubuhku, apalagi para perampok itu sekarang sudah mengelilingi mobil Daffa. Tanpa berpikir panjang, Daffa langsung membuka pintu mobil dan mencoba berbincang dengan para perampok. Entah apa yang mereka bicarakan, tiba-tiba salah seorang perampok mengeluarkan pisau yang sangat tajam dan ingin menyerang Daffa dari belakang. Beruntung sekali, dari kecil Daffa sudah belajar ilmu bela diri dan sudah bisa dikatakan mahir. Dengan cekatan Daffa mampu melumpuhkan semua perampok yang ada di jalan ini. Tapi, seorang perampok yang membawa pisau tadi tidak kehabisan akal. Dia malah menyesatkan pisaunya ke tangan Daffa dengan sukses, setelah pisau terkena tangan Daffa. Kerumunan perampok itu langsung berlari sebelum para polisi mengetahui aksi mereka.
   Darah terus saja bercucuran dari tangan Daffa. Dokter segera menolong Daffa. Wajah Daffa sangat pucat dan bibir Daffa sudah sangat membiru. Beruntung aku bisa mengendarai mobil dan tahu jalan menuju rumah sakit terdekat. Akhirnya dokter keluar dari ruangan dan berkata padaku. “Teman anda sangat banyak mengeluarkan darah, dan dia sangat butuh sekali sumbangan darah. namun sayang, saat ini belum ada stok darah golongan A tolong hubungi keluarga terdekat agar korban bisa diselamatkan” jelas dokter. Ya Tuhan.. bagaimana ini?. “Dokter, cepat siapkan alat-alat untuk donor darah. Kebetulan golongan darah saya sama dengan golongan darah Daffa” jawabku. Oh Tuhan.. aku berserah kepadamu, selamatkan Daffa panjangkan umur dia Tuhan. Setelah beberapa menit, pendonoran darah selesai. Karena sudah 4x donor darah, aku menjadi sudah terbiasa. Dan aku memutuskan pergi ke ruangan Daffa dirawat. Ternyata Daffa masih terlihat lemas dan belum siuman. Aku masih saja mengingat-ingat kejadian saat di jalan tembus tadi.
  Akhirnya Daffa sudah sadar, dan dia mengucapkan terima kasih padaku. Aku membalasnya dengan senyuman. Alhamdulillah, terima kasih ya Allah..
 “Tetap semangat  Arsitekku! Berjanjilah untuk membuatkan rumah untukku!”
 “Tentu Diffa. Teruslah menyinariku dengan semua kebaikan hatimu!” jawab Daffa.
 “Siap kapten!” jawabku penuh semangat. Semoga kami bisa saling melengkapi satu sama lain dan bisa menjaga hubungan ini sampai ajal memisahkan kami. Amiin :)

0 comments:

Post a Comment

 

Only My Note's Template by Ipietoon Cute Blog Design